Rabu, 28 November 2018

Mereka Mengeluh



Sering saya mendengar keluh kesah dari seorang buruh tani dan guru swasta. Mereka bercerita tentang sulitnya mencukupi kebutuhan keluarga dan rukun warga. Kebutuhan makan, pendidikan terasa sulit didapat. Untuk memenuhinya mereka harus ekstra berhemat dalam u uangnya. Saya tidak tahu persis berapa gaji seorang buruh tani. Tapi ketika melihat keseharianya, tak lebih dari orang yang punya sepeda motor baru. Lain cerita dengan seorang guru swasta sebuah yayasan, selepas sholat dhuha saya ngobrol santai dengan seorang relawan pengelola lembaga zakat di Masjid ujung terminal Muntilan Pengeluaran yang paling banyak adalah santunan guru, menurutnya guru swasta itu luar biasa sabarnya. Gajinya cuma 200an perbulan. Mengajar dari jam tuju sampai jam tiga. Mereka adalah guru PAUD tugas ganda menjadi pendidik juga menjadi perawat. Sungguh ini adalah masalah yang perlu diperhatikan. Buruh tani dan guru paud adalah relawan yang punya peran penting menjaga keutuhan keluarga. Mereka tak punya kasta menonjol dalam panggung politik namun mereka punya peran penting menjaga suasana politik. Tak punya masa banyak tapi jasanya besar terhadap masyarakat. Saya salut dengan mereka. Tak pernah dipuji-puji saat muqodimah pidato, seperti yang punya titel ustadz,kiayi,sesepuh,lurah dan lainya. Tapi akan ganjil tanpa buruh tani dan guru PAUD. Maka keteladanan itu ada pada guru dan buruh. Senantiasa menilai dan menghargai semua jerih payahnya. Mereka membutuhkan perhatian ekonomi mewujudkan hak dan impianya. Disadari atau tidak wilayah Magelang ini daya beli sudah tinggi. Untuk mendapatkan bahan bakar saja harus rela harganya selisih banyak dari asalnya. Harga normal Gas melon 15.500 tapi sampai di rakyat hingga 25.000. Bahkan ketika saya wedangan di Angkring Ngluwar mendengar cerita petani jagung yang tidak untung. Biaya perawatan lebih tinggi dari harga jualnya. Ini sangat memberatkan petani. Maka tak jarang banyak sawah yang nganggur karena takut tanamanya tidak menguntungkan. Untuk angkutan kota saja sekarang sudah jarang, maka rakyat terpaksa kredit motor. Antara angsuran dengan pendapatan tak sebanding. Lebih besar angsuran daripada pendapatannya. Masih banyak kita temui masalah ekonomi keluarga yang harus diperbaiki. Disisi lain tuntutan hidup bergaul dengan warga juga sangat tinggi. Banyak peraturan kolektif yang terkadang sering membawa beban bagi yang tak mampu secara keuangan maupun secara waktu. Memutuskan iuran warga yang terlalu tinggi, menghukum warga yang tidak ikut kerja bakti karena bekerja, terkadang masih menjadi kecemasan tersendiri bagi warga. Inilah perlu ada penyeimbang pengelolaan kelompok masyarakat. Saya juga bagian dari masyarakat, tentu kewajiban saya untuk dapat mengelola pesrawungan dengan masyarakat. Berbaur,gotong-royong, mujadahan, kumpul RT semua masuk dalam pergaulan wajib dengan masyarakat. Saya menjadi tahu betapa pentingnya peran anggaran dalam bermasyarakat. Sebab maju,sejahteranya rakyat tergantung bagaimana membuat anggaran dan cara mencarinya. Dalam situasi seperti ini tujuan kepemimpinan adalah berpihak pada rakyat dan menjadi pelayan yang tulus agar terwujud masyarakat yang penuh berkah. Menjalin silaturahmi satu sama lain mewujudkan *Seduluran* tanpa golongan. Memberikan pelayanan sebagai bagian dari bentuk ibadah dan pengabdian. Saya berusaha agar tidak seperti burung, nyaring berkicau namun sendiri tak ada teman. Maka dengan seduluran ini dapat bersama-sama mewujudkan kebaikan dan kedejahteraan. Bukan hanya status sosial saja. Karena amanah itu pahala namun berat, maka harapan saya ada orang lain yang bersedia menjemput pahala bersama-sama 
Wallohu'alam
IKHSAN NUROKHIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar